Menyoal Budaya Buang Sampah

Yopi Setia Umbara menyuruh saya untuk mewawancarai Bunyamin Fasya di rumahnya di kawasan Bandung Timur. Kentara, Yopi punya alasan serius untuk menyuruh saya menulis tentang persoalan Trash Bag yang menarik perhatiannya. Kiranya itu yang saya tangkap darinya sebagai pemimpin redaksi situs buruan.co—blog kreatif anak muda Bandung. Sebelum meluncur ke rumah Bunyamin, saya menghubungi dia lewat inbox media sosial Facebook dan langsung bercakap ikhwal kepentingan saya. Berangkatlah saya ke rumah Bunyamin, saya pun tak berpanjang galah, langsung menohok pada apa yang dilakukannya bulan lalu yaitu menebar kantung kecil berwarna putih ukuran persegi 17×13 cm sebagai solusi persoalan sampah di kelasnya: My … Continue reading Menyoal Budaya Buang Sampah

Esai, “Merawat Kegilaan”

Langgeng Prima Anggradinata merasa beruntung bisa mengikuti kegiatan bengkel penulisan esai Mastera yang diselenggarakan oleh Badan Pengembangan Bahasa—Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Ia merasa bahwa kegiatan yang berlangsung di Bogor itu memberi pencerahan baginya. “Bengkel penulisan esai ini sangat asik. Selain bisa belajar tentang esai, saya jadi tahu bahwa sejumlah tren penelitian negara serumpun masih berputar pada persoalan strukturalisme, ” ucapnya. Selain itu pula, ia menilai yang paling penting dari esai adalah cara berpikir kita yang out the box. “Dengan berpikir out the box, esai bisa memberi sesuatu atau pandangan yang berbeda, yang mungkin tidak terpikirkan oleh orang lain,” ujar Mahasiswa … Continue reading Esai, “Merawat Kegilaan”

Dari Metafisika ke Kritik Ekologis

Ian Campbell adalah seorang peneliti sastra Indonesia. Ia lahir di Sydney pada Maret 1949. Kini menjadi Honorary Research Associate, Macquarie University, Sydney (Kajian Spanyol/Amerika Latin). Pada tahun 1989, mendapat gelar Master of Arts (University Sydney) dengan tesis mengenai hukum keluarga dan hukum waris di Jawa Barat. Selain itu pula, Ian Campbell melanjutkan penelitian di Jawa Barat; terkait sejumlah perkembangan kesusastraan; Ian meneliti sejumlah karya penyair yang berkembang di Jawa Barat. Pada 2008, penelitiannya dibukukan berjudul Contemporary Indonesian Language Poetry from West Java-National Literature, Regional Manifestasion (Kepuisian kontemporer dalam Bahasa Indonesia dari Jawa Barat). Dapat disinyalir, dari hasil pergulatan dengan Indonesia … Continue reading Dari Metafisika ke Kritik Ekologis

Ngamplang dalam Kenangan Pablo Neruda

Aku merunduk saja di sudut wagon. Leuwigoong, Kadungora, Lebakjero, Nagreg, Cicalengka…tak kuketahui sudah lewat. Kereta api meluncur dengan pesat. Lokomotifnya sangat gelojoh. Tak kenyang-kenyang seakan-akan menelan balok demi balok relnya. Tak jemu-jemunya seolah-olah menghitung kilometer, menghitung tiang tilpon, mengeluarkan-masukan manusia ke dalam perutnya. (Hasan dalam Novel Atheis). Achdiat K. Miharja dalam novel Atheis menulis bagaimana jalur kereta adalah alat transfortasi utama yang digubakan Hasan untuk pergi ke Bandung. Ia pun menulis memasukan Stasiun Cibatu dalam narasi sastra Indonesia dengan menggunakan latar tempat di mana Hasan dibesarkan; dengan keyakinan agama dan tarekat. Stasiun itu dibangun pada 1889. Berada di antara jalur … Continue reading Ngamplang dalam Kenangan Pablo Neruda

Antropologi Agama: Mendaraskan Teori James Goerge Frazer

Pertanyaan apa itu agama menarik ditelusuri hingga hal yang paling dasar. Setidaknya, itu pula yang mendasari lahirnya sejumlah penelitian tentang asal-usul agama. Tentu saja dapat dikatakan bahwa agama tidak lahir dalam peradaban selain manusia, agama senantiasa berdampingan dengan sejarah manusia itu sendiri. Secara implisit agama hadir menggantikan kepercayaan lama umat manusia. Pada mulanya manusia mempercayai alam semesta. Misalnya, dengan adanya sejumlah pemujaan terhadap langit, bumi, sungai, laut dan sebagainya sebagai tindakan mendasar dari manusia yang hidup berdampingan dengan alam. Namun, itu pula yang melandasi manusia setelahnya untuk melihat ke ceruk dasar terkait pertanyaan apa itu agama. Sebenarnya, pertanyaan itu pula … Continue reading Antropologi Agama: Mendaraskan Teori James Goerge Frazer

Presiden dan E-Blusukan

  Presiden dan E-Blusukan Oleh. Pungkit Wijaya (Mahasiswa Pascasarjana Program Religious Studies UIN SGD Bandung) Abad digital membuat jarak semakin dekat. Teknologi informasi dan komunikasi mutakhir mampu meluaskan daya jangkau visual kita secara simultan. Dua bola mata kita tergantikan oleh kamera, layar I-phone: citra visual. Datangnya produk sains itu membuat kita mempermudah komunikasi dengan siapa pun. Relasi kita dan dunia habislah sudah diringkus dengan diperantarai mesin. Saya ingat kutipan bagus dalam novel Seratus Tahun Kesunyian karya Gabriel Garcia Marquez, “Bahwa ilmu pengetahuan menghapus jarak.” Aplikasi elektronik—terutama media sosial—membuat tubuh tergantikan oleh akun media sosial sebagai representasi dari diri kita. Tubuh, … Continue reading Presiden dan E-Blusukan

Rasuah

LUDAH. Kata itu selalu diingatnya ketika lidahnya terjaga. Namun, karena terlalu sering menelan ludah, lidahnya selalu merasa asin. Kalau saja pergi ke dokter, sudah pasti ia akan diperiksa sambil dikeluarkan: pucat bebintik-bintik putih. Soal ludah, ia selalu teringat dongeng ibunya ketika malam berbaring di kasur, bahwa seorang anak yang baik, tidak boleh meludah sembarangan. Tidak sembarangan. Kata seruan itu juga yang selalu ia ingat ketika pergi ke sekolah, tempat main dan kolam renang dekat kuburan Cina. Di sekolah, ketika pelajaran biologi, ia diberitahu oleh ibu guru bahwa kata lain dari ludah adalah air liur; semacam cairan yang ada di dalam … Continue reading Rasuah

Dangdut, Kampanye, dan Rekayasa Digital

Kalau cinta Sudah direkayasa Dengan gaya Canggih luar biasa Rindu buatan Rindu sungguhan Susah dibedakan (Rekayasa Cinta)   Seorang teman berseloroh, musim kampanye calon presiden tahun ini, sebaiknya kau tidak banyak membuka dunia digital. Bisa-bisa matamu akan cepat rabun dan pikiranmu sudah tidak sehat lagi. Kenapa demikian? Ia menjelaskan bahwa dunia digital sudah sedemikian rupa dijadikan rekayasa kampanye negatif bagi capres, cawapres dan partai koalisinya. “Kalau kau memihak salahsatu calon presiden, seringlah menebar citra buruk kepada lawan politikmu,” katanya. Saking tidak percaya dengan perkataan teman, saya mencoba seharian membuka media sosial Facebook dan Tweeter dan sejumlahmedia online. Ternyata, apa yang … Continue reading Dangdut, Kampanye, dan Rekayasa Digital

Narasi Perempuan “9 Kubah Evi Idawati”

Pada 2013, Evi Idawati membuat buku kumpulan puisi berjudul 9 Kubah. Sebanyak delapan puluh puisi termatub dalam antologi yang diterbitkan IsacBook Yogyakarta. Sebelumnya, Mba Evi—saya ingin menyebutnya—sudah menerbitkan buku kumpulan puisi tunggalnya: Pengantin Sepi (2002), Namaku Sunyi (2005), Imaji Dari Batas Negeri dan Mencintaimu (2010). Oleh karena itu dalam jagat perpuisian Indonesia, nama Mba Evi sudah tidak asing lagi terutama bagi pesastra yang berada di Indonesia. Sebaliknya, bagi jagat Mba Evi, puisi sudah tidak asing juga; sebab ia sudah “banyak” menulis puisi. Tidak hanya itu, di jagat televisi (perfilman) Indonesia, ia juga tidak asing, namanya kerapkali terdengar menjadi aktris dalam … Continue reading Narasi Perempuan “9 Kubah Evi Idawati”